Di Aimi Homestead, kulit ubi jalar tak pernah benar-benar menjadi sampah. Ia mungkin luput dari perhatian banyak orang, terbuang begitu saja di meja-meja pasar atau rumah tangga. Namun di sini, kulit ubi dipandang sebagai satu dari sekian banyak potensi tersembunyi dalam narasi besar kami: kedaulatan pangan berbasis lokal, alami, dan merakyat.
Kulit ubi bukan sekadar limbah. Ia mengandung serat, vitamin, dan peluang. Dalam satu genggamnya, tersimpan fragmen solusi kecil yang jika dikaitkan satu sama lain, dapat membentuk sistem yang lebih tangguh—sebuah sistem yang tidak hanya memberi makan, tapi juga membangun kemandirian.
Di Aimi Homestead, kulit ubi punya lebih dari satu akhir cerita. Terkadang ia menjadi bagian dari adonan pakan maggot—memberi makan larva yang nantinya akan memberi makan ayam dan bebek kami. Di kesempatan lain, ia ikut masuk ke komposter, menyatu dengan daun-daunan, kulit buah, dan kotoran kandang, lalu perlahan menjadi media tanam yang gembur dan hidup. Bahkan, di hari-hari tertentu, kulit ubi kami jemur dan campur dengan dedak untuk dijadikan pakan fermentasi, menggantikan pakan instan dari pabrik yang harganya terus melonjak.
Kami tidak sekadar mengolah limbah. Kami belajar memahami ulang apa itu sisa, apa itu cukup, dan siapa yang sebenarnya berdaya dalam sistem pangan yang kita bangun sendiri. Setiap kulit ubi adalah cerita tentang perlawanan terhadap ketergantungan, dan tentang pemberdayaan dalam bentuk yang paling sederhana: memanfaatkan yang ada, menghormati yang tersisa.
Kami percaya, kedaulatan pangan bukan dimulai dari lumbung yang penuh, melainkan dari cara kita memperlakukan remah-remah yang sering diabaikan. Dan di situlah kulit ubi menjadi simbol kecil perlawanan kami. Sunyi, sederhana, tapi berarti.