Ads 728x90

Perubahan Itu Cara Semesta Menulis Ulang Kemungkinan

close


Minggu depan, aku berencana memindahkan tanaman ubi jalar. Awalnya tumbuh subur di pinggir kolam, tapi kini akan kupindahkan ke belakang dapur. Bukan karena tempat lamanya tak layak, melainkan karena ada ide baru yang menurutku lebih tepat sasaran: di pinggir kolam itu, aku ingin menanam daun singkong. Singkong bisa tumbuh cepat, kuat menahan air limpasan, dan lebih mudah dipanen untuk kebutuhan dapur harian.

Lahan di pinggir kolam memang sempit. Semakin hari, batang dan daun ubi jalar makin menjalar, tapi hasil panen daunnya justru makin sulit karena semak makin lebat. Beberapa kali aku juga melihat ulat mulai banyak bermunculan di sela-sela daun. Dengan kondisi seperti itu, rasanya lebih cocok untuk tanaman yang tegak dan langsung tumbuh ke atas, seperti singkong atau kenikir. Sementara ubi jalar, yang lebih membutuhkan ruang menjalar, akan kupindah ke belakang dapur yang lebih luas. Ini bagian dari belajar membaca ulang situasi dan menanggapinya dengan bijak—sebuah praktik kecil dari prinsip creatively use and respond to change. Perubahan bukan hanya soal mengganti, tapi soal memahami kapan dan di mana sesuatu bisa tumbuh lebih optimal.

Sudah beberapa kali aku memindahkan atau bahkan menghapus sesuatu yang sebelumnya kutanam atau kubangun. Kadang terasa berat di awal—karena sudah terlanjur ditanam, dibuat, atau dibayangkan. Tapi seiring waktu, aku belajar bahwa fleksibilitas justru menyelamatkan. Dulu aku pernah mencoba maggot sebagai bagian dari mimpi sirkular ekonomi di Aimi Homestead. Tapi setelah dijalani, ternyata tak selalu feasible di lapangan. Sisa makanan yang semula ingin kuolah lewat maggot, kini langsung kuberikan ke ikan atau bebek—lebih sederhana, langsung termanfaatkan, dan tak perlu proses tambahan. Begitu pula saat aku membangun kandang kastari, lalu berganti ke kandang baterai, dan kini kembali ke kandang biasa—semua karena pertimbangan kenyamanan, tenaga kerja, dan kondisi harian yang terus berubah.

Dari semua itu, aku makin yakin bahwa merancang kebun atau sistem hidup tak bisa kaku. Prinsip dalam permakultur yang disebut apply self-regulation and accept feedback mengajarkanku untuk tidak terpaku pada rencana awal, tetapi siap menyesuaikan diri dengan realita. Kita mungkin memulai dari mimpi, tapi yang paling berharga adalah kemampuan membaca ulang, merancang ulang, dan terus menimbang: mana yang paling feasible, paling sesuai untuk keberlanjutan jangka panjang. Di Aimi Homestead, perubahan bukan kegagalan—tapi bagian dari proses belajar yang terus berjalan.

Share on :