Di awal mula kami menimbang langkah, antara ayam kampung atau bebek, mana yang lebih ramah dan tentunya murah meriah. Ayam sempat jadi pilihan, namun dalam eksekusi, bebek yang akhirnya diterapkan. Bebek mempunyai ketahanan yang dianggap lebih baik dari ayam. Ia tak rewel saat dingin dan hujan, tak gampang sakit di cuaca panas, dan telurnya punya nilai jual yang luas.
Dalam usaha kecil, kestabilan adalah kunci, bukan sekadar jumlah produksi tinggi. Maka kami pelan-pelan memahami, bahwa hasil yang baik tak selalu berarti paling banyak, tapi cukup, konsisten, dan tak mudah goyah. Dalam prinsip permakultur, memetik hasil (obtain a yield) adalah hal yang harus dipertimbangkan dengan matang. Dan setelah melalui perhitungan, bebek petelur kami jadikan titik mula dari Aimi Homestead.
Lalu muncul pertanyaan lanjutan: dari mana memulai? Apakah dari itik kecil yang lucu dan murah, atau bebek dewasa yang siap bertelur meski lebih mahal rupanya? Kami akhirnya memilih jalur cepat: sepuluh ekor bebek siap produksi, langsung memberi hasil meski butuh investasi awal yang pasti. Karena waktu dan energi juga perlu ditimbang, pilihan ini terasa lebih masuk akal—bukan jalan pintas, tapi jalan sadar.